"Balada Anak Nelayan" Cerita Bersambung Part I
Pagi itu, dia terbangun dipagi buta
Sambil mengusap kelopak matanya ia bangkit dan berjalan menuju kamar mandi rumahnya sambil memegang handuk, dia sempat menoleh kebalik pintu kamar ayah dan ibunya sambil bergumam “hum….seperti biasa selalu menghilang” setelah membersihkan diri sholat dan membantu ibu menjadi rutinitasnya setiap hari sebelum berangkat sekolah.
Siang itu waktu telah menunjukan pukul 13:30 dia berjalan sambil menundukan kepala sambil sesekali kaki kecilnya menendang apa yang ada dihadapanya sambil menggerutu hatinya bergumam…..”huh…selalu seperti ini….kapan akan berubah setiap hari bapak hanya bilang sabar, sabar dan sabar….” dia namanya bahar yang diberi nama oleh orang tuanya dari kata Bahari, ia terlahir dari keluarga nelayan yang pas-pasan yang saat ini duduk dibangku kelas VI SD, ayahnya setiap hari dipagi buta sudah berangkat kelaut menebar jaring untuk mendapatkan ikan buat kehidupan keluarganya.
Bahar adalah anak sematang wayang dalam kelurganya, ia selalu dikucilkan karena tidak memilki alat komunikasi serta pakaian yang layak seperti anak seusianya
Dia tinggal dilingkungan nelayan yang cukup terkenal sebagai kampung nelayan yang tergolong sejahtera sebab kebanyakan nelayan disana sudah memiliki kapal ukuran besar dengan alat tangkap Jaring serta pancing. Namun ayah bahar bukan penduduk lokal yang sudah turun temurun sebagai Nelayan, ia seorang perantau yang telah menjadi warga kampung ini dan telah menetap selama 10 tahun, ia tadinya seorang pedagang di kota yang mencoba peruntungan di laut.
Siang itu Bahar menghampiri ayahnya yang sedang menjahit jaring dan memperbaiki Layar dari kapal yang ia gunakan untuk kalaut, kapal berukuran panjang 2,5 Meter dengan lebar 60 cm menjadi alat mencari nafkah buat keluarganya terkadang ayahnya harus mendayung saat angin dari darat belum berhembus kencang untuk mendorong perahunnya. Bahar lalu menghampiri ayahnya “Yah…boleh tidak saya memiliki HP…Banyak tugas yg diberikan lewat HP Yah’ ucapnya…
Dengan tersenyum ayahnya hanya mengangguk….gak meng ia kan dan juga tidak menolak hanya hati kecilnya menangis….maafkan ayah nak buka gak mau belikan untuk fasilitas belajarmu tapi keadaan kita yang tidak memungkinkan untuk mencari ikan lebih jauh ketengah.. semoga suatu hari nanti ayah bisa membelikannya…
Yah….ayah…..ucap bahar, jawab dong…
ayahnya tetap tersenyum sambil mengusap kepala anaknya dengan sedikit berbisik nak, Sabar ya, insya allah saat waktunya tiba ayah akan belikan….
Namun dengan kesal bahar lalu pergi meninggalkan ayahnya yang masih duduk memandangi anak kesayangannya tersebut. Bahar biasa bermain bersama anak-anak seusianya di tepi pantai berpasir dekat rumahnya, sambil sesekali melompat kelaut dan memandangi laut biru… terkadang bahar bergumam dalam hati suatu hari nanti kamu akan saya taklukan hai 7 samudera……
Seperti biasa saat air surut bahar mengambil ember serta parang/golok untuk turun kelaut mencari kerang maupun siput yang terperangkap di karang kecil saat air surut terkadang membawa ikan, gurita dan tentunya berbagai macam siput. Hasilnya ia bawa pulang untuk dikonsumsi serta jika lebih di jual ke pasar..tiba tiba dari kejauhan teman-temanya
berteriak….bahar…Bahar…perahu ayahmu kebalik….bahar….bahar…..ucap teman-temannya….
dengan setengah kaget ia langsung keluar dari pantai yuk ikut kata sisaha sahabatnya, Saha dan Bahar lalu berlari ke tanjung tempat orang berkumpul….ayah….ayah….teriak bahar….ayahnya terduduk di tepi pantai sambil dikerumuni oleh warga, ayah gak apa…ucap bahar…tidak nak jawab ayahnya hanya perahu dan jaring ayah gak selamat…hancur disapu gelombang…
Udah yah gak apa kita pulang yah….sambil di papah warga lainnya bahar dan sahabatnya pulang kerumahnya, ibunya yang telah cemas menanti bergegas lari keluar rumah begitu melihat suaminya dipapah warga “gimana yah,kita kerumah sakit ya” gak usah jawab ayah bahar, ini juga udah baikan kok, lirihnya pelan.
Malam berlalu begitu cepat, bahar yang tertidur pulas tiba-tiba terbangun dari tidurnya melihat lampu kamar orang tuanya masih menyala, disela-sela dinding jelajah ia melihat ayah ibunya sedang berbicara lirih sesekali sang ibu menitikkan air mata, Pak…kita pinjam ke pak Ribah aja ya buat nyari kapal dan jaring…tidak usah nanti aku akan cari cara gimana jalan keluar untuk perkonomian keluarga kita…
Lalu tiba-tiba bahar muncul dari balik pintu sambil menangis memeluk ayah ibunya, Maafkan aku yah,..Bu… bahar tidak akan banyak Permintaan Lagi….maafkan Bahar ya…gegara bahar ayah nekat pergi jauh ketengah laut dengan kapal seadannya…ayahnya menjawab gak apa nak, gak usah bersedih itu semua takdir dibalik itu semua ada hikmah yang tidak diketahui oleh kita, yuk kita berwudhu dan sholat tahajud semoga semuanya cepat berlalu dan mendapatkan jalan keluar dari sang Khalik….
Bersambung……
Komentar
Posting Komentar